Luthier Lokal pun Tak Kalah

Meski tak setenar Fender atau Less Paul, lewat kasak-kusuk di kalangan gitaris nasional maupun internasional, amatir sampai profesional, namanya kesohor. Biar begitu, Tirto masih merendah dengan tak melebarkan usahanya seperti pengusaha atau konglomerat kebanyakan. 

"Saya promosi dari mulut ke mulut. Dan alhamdulillah, banyak yang percaya sama saya," ujarnya membuka obrolan santai. 

Tirto yang memiliki nama lengkap Witirto Aris Munandar, lahir lewat rahim Siti Marliah Pada 14 September 65 tahun lalu di Magelang, Jawa Tengah ini, Memang hanya membuat gitar saat mood-nya datang saja. 

"Pemesan harus puas. Buat apa punya gitar mahal tapi ga enak dimaeninnya," begitu prinsipnya. 

Bapaknya, Aris Munandar Trunomanggolo. Perkenalannya dengan gitar, bermula saat dia duduk di kelas 5 Sekolah Dasar. Kala itu, setiap pergi-pulang belajar mengaji al-Qur'an selepas Ashar, dia selalu melintas di depan rumah pemain gitar yang cukup kesohor di kampungnya. Lama-kelamaan, dia belajar memainkan dan jatuh cinta. 

"Istri yang ngelahirin anak-anak saya itu, istri kedua. Yang pertama, ya gitar," candanya. 

Jauh hari sebelum peristiwa G 30 September meletus, Tirto muda sempat konsentrasi pada sebuah band Rock n Roll yang tak memiliki nama, sambil bereksperimen membuat gitar dengan kayu apapun. 

"Dulu belum ada tv. Radio saja cuma RRI," kenangnya. 

Setiap malam, panggung hajatan hingga cafe restaurant selalu mendaulatnya sebagai pengisi acara. Lagu-lagu The Beatles yang saat itu memang sedang merajai tangga lagu, menjadi kiblat utamanya. Itu dilakoni, hingga akhir dekade 1960-an. 

Isyu "musik ngak ngik ngok" yang dikobarkan di zaman Bung Karno, membuat Tirto dan kawan-kawan terpaksa banting setir dari barat ke Indonesia. Kebetulan, Tety KD, Titi Puspa dan banyak penyanyi lainnya sedang tenar-tenarnya saat itu. 

"Saya sampe enek diminta maenin lagu mereka," Katanya bercanda. 

Bandnya bubar, kuliahnya di Fakultas Tata Negara Universitas 17 Agustus terbengkalai dan hanya perhatiannya pada proses pembuatan gitar yang tetap fokus. 

"Sepuluh tahun saya belajar bikin gitar. Waktu masih ngeband, itu gitar yang saya pakai eksperimen sendiri," Tirto yang tak lagi muda, berbagi cerita. 

Tahun 1971, merupakan momen penting bagi Tirto. Saat itu, ekperimennya menjiplak gitar akustik jenis classic buatan Spanyol berhasil dan dibeli seorang gitaris profesional di Jakarta. 

"Gitarnya bagus, beli di mana?" Sebutnya menirukan gitaris tersebut, sambil membakar rokok untuk yang ke 6 batangnya setelah hampir satu jam kami berbincang. 

"Saya bilang, saya yang buat," lanjutnya mengenang. 

Kala itu, gitar di pasaran hanya dibandrol seharga Rp 15 ribu. Namun, gitar buatan Tirto sudah dibeli seharga 75 Dollar AS. Dia pun terpecut. 

"Uang itu habis untuk main bilyard semalam suntuk," katanya. 

Dalam setiap proses pembuatan karyanya, bapak dua orang anak dan satu cucu yang membuka workshop di kediamannya di Jalan Tegal Parang Utara II, Gang Amal, nomor 13 B, Jakarta Selatan ini, membutuhkan waktu selama tiga bulan, mulai dari diskusi konsep hingga finishing. 

Dia, dibantu dua orang pegawai dan melibatkan pemesan secara aktif. Mulai dari konsep bentuk gitar itu sendiri, postur tubuh si costumer serta ukuran jarinya. 

"Setiap gitar yang saya bikin, bedanya ada di neck (stang). Meski jenisnya sama, neck itu harus sesuai karakter tangan si gitaris dan pembuatannya memakan waktu lama," ucapnya memberi penjelasan. 

Sejak awal menekuni dunia pembuatan gitar, pria yang sempat mengenyam pendidikan di Fakultas Tata Negara Universitas 17 Agustus ini, memfokuskan perhatian pada gitar akustik. Baik itu jenis classic maupun folk. 

"Luthier (pengrajin) gitar harus jago bikin akustik," sebutnya. 

Menyusul, dia pun akhirnya juga membuat gitar elektrik jenis solid, holo serta semi holo. 

Perlu diketahui, semenjak merk-merk ternama mulai membuka pabrik di Indonesia, kualitas gitar buatannya merosot tajam. Ini lantaran, mereka ingin ongkos produksi semurah mungkin termasuk mendapatkan kayu sebagai bahan baku. Padahal, modal dasar seperti kayu jenis maple bagi para luthier, hanya bisa didapat melalui impor. Sedangkan kayu lokal yang kualitasnya baik hanya mahogani. Itu pun, harus berumur lebih dari lima tahun dan benar-benar kering. 

Lantaran memproduksi gitar secara massal dan kayu sebagai bahan baku dikeringkan dengan cara oven, maka kayu tak benar-benar kering sampai bagian dalamnya. 

Kualitas kayu press asal Indonesia untuk pembuatan sound board gitar akustik, berkualitas buruk. Jika terkena air atau benturan, mudah terkelupas dan serbuknya menjadi cair. Inilah yang menyebabkan gitaris beralih dari gitar pabrikan ke para luthier. 

Mendapatkan kualitas terbaik, Tirto mendatangkan kayu yang secara impor, disimpan selama satu tahun agar benar-benar kering. Sebab, jika dikeringkan dengan cara oven tak sesuai harapan. Alhasil, setelah jadi neck pun bakal melintir. 

Sedangkan kayu jenis mahogani, harus disimpan selama empat tahun untuk mendapatkan kualitas terbaik. 

Hingga awal tahun 2000 lalu, Tirto memiliki empat orang pegawai. Namun, lantaran dua anak buahnya sudah mahir membuat gitar berkualitas baik dan membuka usaha sendiri, kini dia tinggal bertiga. 

Tirto menuturkan, dari setiap gitar yang dia jual, dia mendapat untung hingga 150 %. Ini berarti, modal pembuatan tiap unitnya tak lebih dari seperempat dari harga jual yang dia tawarkan. 

Bagi gitar akustik jenis classic atau folk dengan merk ternama dan kualitas terbaik, dipasaran harganya sudah mencapai Rp 10 sampai Rp 20 juta lebih. Sedang untuk elektrik jenis solid, holo dan semi holo dengan merk Less Paul, Fender, Gibson dan lain-lain, sudah menyentuh angka Rp 40 juta lebih. 

Di tangan Tirto, costumer cukup merogoh kocek tak lebih dari setengah harga tadi dengan kualitas sama dan masa servis berkala tujuh tahun sekali. Keahliannya ini, tak hanya diakui gitaris tenar. Pemain amatir yang kerap berdiskusi di dunia maya seperti Kaskus pun, mengakui kepiawaiannya. 

Beberapa nama musisi tenar Tanah Air seperti Dewa Budjana, Ridho Slank, Piyu Padi, Nugie dan Mattes yang sempat membetot bass-nya di band Krakatau, sudah mempercayakan custom alat musik petiknya kepada Tirto. Sedangkan musisi professional luar negeri, meski tak setenar Slash Guns n Rose atau Paul Gilbert Mr. Big, berlaku serupa. 

"Cuma di benua Antartika saja, gitar buatan saya ga ada. Karena di sana ga ada orang," sebutnya. 

Beberapa musisi yang ditemui, mengakui kehebatan Tirto dalam membuat sebuah gitar. Ridho Slank, Misalnya. Dia menilai untuk reparasi Tirto termasuk memiliki kualitas baik. Dan beberapa kali, gitaris band yang bermarkas di Jalan Potlot, Jakarta Selatan ini mempercayakan custom ke Tirto. 

Di Indonesia, memang terdapat banyak Luthier gitar (pengrajin). Menurut para gitaris professional yang kini beralih menggunakan hasil custom setelah sebelumnya mengandalkan gitar pabrikan, salah satu yang terbaik di Indonesia, adalah Tirto. 

"Untuk pembuatan dan perbaikan, Tirto tak kalah dengan pengrajin dari luar. Saya pakai gitar, sesuai kebutuhan dan karakter di Slank," jelas Ridho. 

Meski sudah banyak yang datang dan antri hingga tahunan agar bisa memiliki gitar buatannya, Tirto tak lantas menjadi serakah. Bayangkan saja, dia pernah menolak tawaran Fender untuk memegang lisensi dan memakai merk tersebut untuk disematkan di setiap karyanya. 

Bukan itu saja, investor asing yang tertarik dengan keahliannya merangkai kayu jenis maple yang diimpor dari luar negeri menjadi sebuah gitar atau bass, sempat menawarkan kerja sama mendirikan pabrik produksi massal. Itu pun, ditolak. 

"Saya ini sombong. Buat apa banyak uang kalo saya ga merdeka. Belum lagi, saya baca gelagat cukong yang datang semuanya cuma mau nginjek kita," jelasnya perihal penolakan yang dia lakukan itu. 

Kini, Tirto memiliki brand sendiri bagi setiap gitar buatannya. Summer, merk yang dia pakai dan merupakan akronim dari 'suaranya merdu merayu' dan tak pernah melibatkan toko alat musik mana pun dalam pemasarannya. 

Tempat workshop Tirto, terbuka bagi siapa saja yang mau mempelajari proses pembuatan gitar tanpa dipungut biaya sepeser pun. Anda berminat ? Silahkan datang langsung ke bengkel gitar Tirto.

Komentar

Posting Komentar