Sudahlah Politik Jangan Panas Lagi

Cie-cie, kawan lama kumpul satu meja lagi. Padahal dulu kabarnya, sempat ada ketegangan antara keduanya. Tapi ya sudahlah, kalau soal kepentingan mana bisa ditunda-tunda.
Semua orang tahu, dalam dunia politik tak ada yang namanya teman atau rival abadi. Yang ada ya kepentingan. Itu saja. Masa bodoh soal lain. Dan inilah yang sedang hangat dalam pemberitaan media massa beberapa hari terakhir.
Saya tidak bilang bahwa antara mantan Presiden SBY dengan Pak Prabowo, ada bakwan melumur udang ya. Tapi yang jelas, pasca kabar bakal bertemunya dua tokoh besar ini terdengar, santer juga dugaan kalau keduanya sedang saling jajak asmara jelang pemilu 2019.
Sudah ga sabar ya pak ? Jawabannya bisa iya, bisa tidak. Sebab menurut Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat (PD) Agus Hermanto, seperti dilansir Tribunnews.com pada 27 Juli 2017, pertemuan tersebut akan menghasilkan suatu keputusan yang baik bagi kedua partai (Demokrat dan Gerindra-pen).
"Sehingga, kalau Pak Prabowo sebagai warga negara yang ingin menjadi presiden, rasanya bagus ketemu dengan senior, negarawan yang sudah menjadi presiden dua kali berturut-turut," kata Agus di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (26/7), seperti diberitakan Tribunnews.com pada 27 Juli 2017.
Mungkin, pernyataan Agus tadi bisa jadi mengisyaratkan bahwa hasrat Pak Prabowo duduk di singgasana RI 1 masih meluap-luap. Kalau memang betul begitu adanya, maklumlah taksiran akhirnya dialamatkan ke PD. Sebab dari suguhan Metrotvnews.com pada 14 Mei 2014, perolehan suara PD di DPR sebanyak 61 kursi hasil rayuan ke 12.728.913 pemilih. 10,19 persen-lah gampangnya.
Sementara itu, Partai Gerindra yang dikomandani Prabowo, mendulang 14.760.371 suara atau setara 11,81 persen dari total pemilih pemilu 2014 yakni, 190.307.134 jiwa. Angka ini, saya ambil dari suguhan KPU.go.id pada 13 Juni 2014 lalu. Alhasil, parpol besutan Pak Prabowo mendulang 73 kursi di DPR RI.
Saya menduga, dengan kelakuan Presiden Jokowi yang digaungkan memikat hati rakyat, popularitasnya masih di atas angin. Mungkin, sudah melampaui ketenaran Rhoma Irama atau Iwan Fals di masa jayanya dulu.
Bayangkan, ke mana-mana Presiden bagi-bagi buku juga sepeda. Pertanyaan yang diajukan sebagai syarat utama dapat hadiah sepeda juga tak susah-susah amat. Cuma soal ikan. Anda pasti ingatkan kisah tentang ikan tongkol itu ? Bayangkan saja mimik Pak Widodo saat itu.
Singkatnya, Jokowi sulit dikalahkan. Perolehan pada pilpres lalu sebanyak 70.997.833 suara. Itu menurut kabar dari Merdeka.com pada 22 Juli 2014 lalu. Sementara Prabowo, 62.576.444 suara. Raihan PDI Perjuangan selaku pengusung Jokowi juga tidak main-main. 109 kursi DPR hasil rayuan ke 23.681.471 pemilih. Ini, setara 18,95 suara dari total pemilih di dalam dan luar negeri.
Melihat tebaran angka-angka tadi, sepertinya wajar kalau Prabowo merapatkan kapal ke pelabuhan milik SBY dulu. Kalau cocok ya syukur hubungan bisa dilanjutkan ke tingkat peminangan. Kalau tidak, coba cari gacoan dari partai lain.
Tapi kayanya sih cocok. Sebab melihat perolehan PD, kalau keduanya kawin bakal menghasilkan 22 persen suara dan cukup memenuhi syarat Presidential Threshold sebesar 20 persen.
Mungkinkah Prabowo bakal menjalin cinta dengan partai warisan Orde Baru sebagai juara kedua pemilu 2014 lalu? Mana mungkin. Sebab, meski Prabowo sempat aktif di Golkar, Sang Beringin sejak jauh hari sudah memutuskan dukung Jokowi di Piplres 2019 bersama Nasdem juga PPP.
Makin melengganglah Jokowi sebagai petahana dengan dukungan tiga partai tadi. Sebab kekurangan dari penghasilan PDI Perjuangan cuma dua persen saja. Sementara Golkar, membawa 14,75 persen suara, Nasdem 6,7 persen dan PPP 6,53 persen suara. Ini kerja berat bagi Prabowo.
Tapi, harapan tak boleh dikubur begitu saja. Rotan habis, akar masih pantas menggantikannya. Pandai-pandailah mantan menantu Pak Harto ini merayu partai-partai lain yang belum menentukan sikap agar rela merapat ke pihaknya. Sementara nama Jusuf Kalla (JK), sepertinya tepat bersanding di sisinya.
Semua sudah tahu kepandaian berselancar kakek satu ini. Pertama, seperti dikabarkan seword.com pada 18 Mei 2017, JK banyak mengepalai lembaga di luar pemerintahan. Kemungkinannya, dia bisa menarik banyak massa dari parpol maupun kelompok bersarung agama sebab dia salah satu tokoh NU terkenal. Tapi, apa mau dia bersanding dengan Prabowo demi menghalau langkah Jokowi ?
Namanya politik, apa saja bisa terjadi. Tak ada itu cemburu buta apalagi berkepanjangan sampai menahun. Ingat, ini cuma soal kepentingan dan untung rugi saja.
SBY-Prabowo.

Dua nama ini, merupakan tokoh besar di ranah militer Indonesia. SBY Sempat melejit karirnya hingga ke posisi Jendral penuh. Panglima TNI Moeldoko pun, seperti dikabarkan Republika.co.id pada 9 Januari 2014, sempat kepikiran menyematkan predikat Jendral Besar ke pepo.
Sementara itu, Prabowo menyandang pangkat Letnan Jendral di akhir karir militernya. Dia, punya catatan buruk sebab dipecat dari posisi Danjen Kopasus gara-gara dituduh terlibat penculikan aktivis 1998.
Hubungan keduanya, menurut keterangan Herman Sulistyo, Ketua Tim Investigasi TGPF (Tim Investigasi Pencari Fakta) Kerusuhan Mei 1998, seperti dilansir Jpnn.com pada 14 Juli 2014, pernah sangat tidak harmonis.
"Anda tidak tahu ya, bahwa SBY itu pernah digebuki Prabowo waktu di Akmil, di Akabri waktu itu," Kata Hermawan
Dia, dalam diskusi publik "Masa Depan Penegakan HAM Pasca pemilu 2014" di Jakarta, Kamis, 3 Juli 2014, bilang, tidak ada orang yang bertanya dalam catatan biodatanya Prabowo.
"Harusnya lulus tahun 1973 kenapa lulusnya tahun 1974, ini nggak ada orang yang nanya," kata dia.
"Katanya Prabowo pinter kok nggak naik kelas, berarti ada yang lain, ya itu tadi karena (Prabowo) gebukin SBY," lanjutnya.
Hermawan mengisahkan, dulu, ketika masih jadi siswa Akabri, Prabowo, bersama dua orang temannya kabur ke Jakarta guna menghadiri acara milik Titiek Soeharto. Sejoli ini, waktu itu tengah dimabuk asmara.
Aksi Prabowo, rupanya diketahui Jendral Sarwo Edhie Wibowo, Gubernur Akabri waktu itu. Dari mana dia tahu ?
"Satu-satunya yang tahu adalah SBY karena diajak engga mau," tutur Hermawan.
Setelah habis dimarahi Jendral Sarwo, Prabowo mendatangi SBY untuk mengorek keterangan.
"Tanya-tanya (SBY) sampai bonyok-bonyok," ungkap Hermawan.
Itulah kenapa sebabnya pada pilpres 2014 lalu, SBY terkesan galau berat. Mau dukung Jokowi engga mau, dukung Prabowo juga malu-malu.
Meski PD terang-terangan mendukung pasangan Prabowo-Hatta Rajasa, SBY tak pernah sekalipun menyatakan dukungannya lewat lisan atau pun via twitter. Dulu digebukin, masa mendukung. Mungkin soal gengsi saja.
Habis Menang Mau Apa ?

Bukan tidak mungkin kalau pertarungan menuju kursi RI 1 pada 2019 mendatang, bakal diisi dua pasang calon saja. Jokowi vs Prabowo lagi. Wah.

Pengalaman yang lalu, ketika pertandingan hanya diisi dua pasang saja, iklim politik benar-benar panas. Provokasi bertebar di mana-mana, hingga akhirnya dua pengasuh Tabloid Obor Rakyat yang dituduh menebar fitnah, kudu berurusan dengan hijaunya meja pengadilan.

Indonesia, waktu itu terbelah dua. Satu sisi ke Jokowi, sisi lain ke Prabowo. Meski api berusaha dipadamkan dengan pertemuan keduanya pada 17 Oktober 2014 seperti diberitakan Detik.com, sisa bara diupayakan tetap menyala. Puncaknya, saat Pilkada DKI Jakarta 2017 lalu. Indonesia benar-benar terbelah, gara-gara rivalitas Ahok vs FPI didompleng kepentingan pemenangan kursi Gubernur ibu kota.

Sekarang, setelah sempat adem ayem di suasana Ramadhan dan Lebaran lalu, tensi mulai hangat dan bisa dipastikan panas lagi kalau mesin-mesin politik benar-benar tarik gas tanpa rem.

Pertanyaannya, setelah menang mau apa ? Apa semua kudu berangkat dari keributan lagi dan ujungnya sekian orang politisi kejebak di kursi pesakitan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi ?

Sudahlah, nasibku beserta 250 juta lebih saudaraku dinegeri ini jangan lagi dipermainkan dengan aksi panas kalian. Lebih baik sinkronkan pikiran dan hati agar jangan cuma soal untung rugi saja.

Komentar