Bukan Investasi Makan Sambel

Sejak pertama kali dilantik memimpin negeri ini, Presiden Joko Widodo sebenarnya sadar betul kalau kondisi perekonomian Indonesia sedang babak belur bahkan terancam kebangkrutan. Setelah lewati krisis tahun 2008, badai menyapu lagi dengan beratnya beban subsidi bahan bakar minyak yang diperkirakan dalam sebulan mencapai Rp 40 triliyun.
Jokowi tak mau terus memanjakan rakyatnya, hingga akhirnya subsidi tersebut dicabut kemudian dialihkan ke sektor infrastruktur, kesehatan dan pendidikan.
Dalam APBN 2016 yang sudah disepakati bersama Badan Anggaran DPR RI, nilainya mencapai Rp 2.095,7 triliun. Seperti dikabarkan finance.detik.com (30/10/2015), APBN ini disebut lebih ekspansif untuk pembangunan infrastruktur. Sementara subsidi di bidang energi seperti dilansir setkab.go.id (27/1/2015), benar-benar dikikis hingga Rp194,197 triliun. Jika dibandingkan dengan pagunya dalam APBN tahun 2015, sebesar Rp 276.013,2 miliar, turun menjadi Rp 81,81 triliun.
Selanjutnya, soal ambisi membangun infrastruktur, pemerintah mengalokasikan dana sebesar 14,2 persen dari total APBN 2016. Di tahun 2017 anggaran dinaikkan jadi 15,2 persen atau setara Rp 387,3 triliun. Pemerintah seperti diberitakan katadata.co.id (8/11/2016), sudah berencana kalau tahun depan anggaran tersebut bakal naik lagi jadi 18,6 persen.
Sebenarnya, pemerintah butuh duit sebanyak Rp 5.500 triliun untuk pembangunan infrastruktur dalam jangka lima tahun masa pemerintahan. Namun, APBN cuma bisa menyokong Rp. 1.500 triliyun saja. Itu juga sudah dimaksimalkan dengan ambil dari sana-sini. Berat sekali.
Melihat kenyataan yang ada, pemerintah melalui Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, seperti dilansir viva.co.id (26/4/2017) merevisi angka tersebut menjadi Rp. 4.700 triliun.
Untuk tahun 2017 ini saja, pemerintah butuh duit sebanyak Rp 1.000 triliyun untuk menggenjot pembangunan infrastruktur. Kebutuhan ini, menurut Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan Nurhaida, seperti diberitakan economy.okezone.com (20/3/2017), hanya mampu ditopang sebesar Rp 387,3 triliyun oleh APBN.
Lalu, dari mana sumber dananya kalau ada selisih dana kebutuhan hampir Rp. 700 triliyun untuk tahun ini saja? Ya seperti yang sudah diulas kemarin, dana direncanakan bakal diambil dari duit simpanan haji sebesar Rp 80 triliyun. Ini dilakukan, setelah melihat angka hutang luar negeri pemerintah saja yang sudah mencapai US$ 321,7 miliar atau tumbuh 2,7 persen.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, seperti diberitakan bisnis.liputan6.com (19/4/2017), bilang, naiknya angka utang tersebut, tak lepas dari keinginan membangun infrastruktur secara besar-besaran.
Jokowi Sering Asal Nguap
Pada setiap kesempatan, Presiden Joko Widodo memang seringkali memandang berbagai persoalan terutama di bidang ekonomi mudah diselesaikan. Tapi belakangan disadari, hutang sudah menumpuk hingga Rp. 4.339 triliyun di kuartal I 2017. Sementara cadangan devisa per Juni 2017 menurut laporan kompas.com (7/7/2017), ada di posisi US$ 123,09 miliyar. Itu juga cuma cukup untuk membiayai 8,9 bulan impor dan 8,5 bulan pembayaran utang luar negeri.
Memang, keinginan membangun infrastruktur secara besar-besaran ada baiknya juga. Menurut Darmin Nasution seperti dikatakan dalam berita di bisnis.liputan6.com (19/4/2017), bisa dipakai untuk 20 hingga 30 tahun mendatang. Ini artinya, di sektor ini memang bukan jenis investasi makan cabai. Habis makan terus pedas. Bolehlah.
Belakangan saya berpikir begini, keinginan Jokowi segera merealisasikan pembangunan infrastruktur, lantaran ada kekhawatiran tiap kali ganti Presiden, program terus-terusan diganti. Artinya, jika hubungan antara Presiden baru dan mantan Presiden tidak harmonis, bisa saja program yang sudah dicanangkan bahkan berjalan mandek begitu saja.
Makanya, Jokowi menargetkan selama masa kepemimpinannya, ada anggaran sebesar Rp 5.500 triliyun guna menggenjot pembangunan infrastruktur. Ga mau tahu duitnya dapat dari mana. Mau hutang kek, dana haji kek, pakai saja dulu dari pada proyek mandek dan tidak diteruskan oleh pemimpin berikutnya.
Dari pada hutang luar negeri terus menumpuk hingga mengancam keselamatan dalam negeri, lebih baik ada kesepakatan kalau tiap ganti Presiden, program yang sudah berjalan kudu diteruskan.

Komentar